Selasa, 18 Juni 2013

Konsep Legalisasi Pada Kerjasama Internasional : Soft Law dan Hard Law


Konsep legalisasi yang ditulis ini bersumber dari tulisan - tulisan Kenneth W. Abbott, Robert O.Keohane, Andrew Moravscik, Anne Maria Slaughter, Duncan Snidal dalam buku Legalization and World Politics[1] dengan berfokus pada bab – bab didalamnya antara lain : Introduction: Legalization and World Politics, Concept of Legalization dan Hard and Soft Law in International Governance. Buku ini secara keseluruhan mengemukakan politik hukum internasional dan legalisasi dari perspektif liberal.
Legalisasi adalah bentuk khusus dari institusionalisasi atau pelembagaan kerjasama[2]. Legalisasi menggambarkan bagaimana keputusan bersama dari negara-negara yang terlibat didalamnya dapat membentuk perjanjian kerjasama internasional. Dan dalam kerjasama ini terdapat derajat hukum internasional yang dipatuhi atau tidak dipatuhi oleh negara-negara tersebut. Dengan konsep ini, dapat dilihat tingkat legalisasi sebuah kerjasama internasional dari bentuknya yang paling kuat (rigid) hingga paling lemah (weak). Dengan melihat tingkat legalisasi, dapat dijelaskan mengapa aktor-aktor dalam hubungan internasional memilih untuk membuat institusi yang terlegalisasi dalam hukum internasional beserta tingkat legalisasinya[3].
Konsep legalisasi selanjutnya melihat konsekuensi terhadap aktor-aktor yang terlibat dari bentuk atau tingkatan derajat legalisasi yang dipilih. Tingkatan legalisasi disini terbagi dua yaitu soft law atau hard law[4]. Sebagai parameter dalam mengukur tingkat legalisasi dari sebuah perjanjian atau kerjasama internasional, terdapat 3 dimensi yang harus dilihat antara lain Obligasi, Delegasi dan Presisi[5].
Semakin tinggi tingkat dimensi obligasi, presisi dan delegasi maka semakin tinggi pula legalisasi suatu hukum internasional. Begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat ketiganya, maka semakin rendah pula tingkat legalisasinya. Ketiga dimensi ini tidak bisa dilihat sebagai faktor tunggal yang menentukan bentuk legalisasi. Masing- masing aspek tersebut bisa memiliki tingkatan atau derajat yang rendah atau tinggi secara tunggal, namun untuk melihat tingkat legalisasi sebuah hukum internasional dipahami sebagai suatu proses yang meliputi rangkaian kesatuan yang multidimensional. Disebut hard law yang ideal jika ketiga disebut tersebut tinggi. Adapun tabel mengenai dimensi legalisasi digambarkan sebagai berikut[6]:
Tabel 1. Dimensi Legalisasi
Obligation
Expressly nonlegal form

Binding rule
Precision

Vague principle

Precise, highly elaborated rule
Delegation
Diplomacy

Int’l court, organization; domestic application
Sumber: Kenneth W. Abbott, Robert O. Keohane, Andrew Moravcsik, Anne-Marie Slaughter, Duncan Snidal, The Concept Of Legalization, dalam Judith Goldstein, Miles Kahler, Robert O. Keohane, Anne-Marie Slaughter, Legalization and World Politics International Organization.  2001. Hal. 20.

Legalisasi masing-masing dari ketiga dimensi diatas dapat beragam. Dan karenanya pula, tingka legalisasi secara keseluruhannya juga dapat beragam. Untuk memetakan tingkat legalisasi dari masing- masing dimensi tersebut, dapat dinilai dari indikator-indikator tertentu yang ada dalam dimensi tersebut. Berikut akan dijelaskan definisi dan indikator dari ketiga dimensi legalisasi ini
Obligasi berarti seberapa kuat negara atau aktor lainnya terikat dalam sebuah aturan atau komitmen. Secara spesifik obligasi berarti perilaku para aktor yang terikat oleh aturan-aturan umum, prosedur, dan diskursus hukum internasional dan hukum domestik. Indikatornya dapat dilihat ditabel no.2 dibawah :
Tabel 2. Indikator Obligasi
High
  Unconditional obligation; language an other indicia of interest to be legally bound
  Poltical treaty: implicit conditions on obligation
  National reservations on specific obligations; contingent obligations and escape clauses
  Hortatory obligations
  Norms adopted without law-making authority; recommendations and guidelines
  Explicit negation of intent to be legally bound
Low
Sumber: Kenneth W. Abbott, Robert O. Keohane, Andrew Moravcsik, Anne-Marie Slaughter, Duncan Snidal, The Concept Of Legalization, dalam Judith Goldstein, Miles Kahler, Robert O. Keohane, Anne-Marie Slaughter, Legalization and World Politics International Organization.  2001. Hal. 26.

Presisi berarti tingkat keakuratan dan ketelitian. Artinya aturan-aturan itu tertulis secara jelas dan tidak ambigu, menjadi acuan bagi tingkah laku aktor-aktor yang terikat oleh hukum tersebut. Dengan kata lain presisi memberi batasan yang baku dalam melakukan interpretasi pada  pasal-pasal sebuah perjanjian. Indikatornya dapat dilihat ditabel no.3 dibawah :
Tabel 3. Indikator Presisi
High
  Unconditional obligation; language an other indicia of interest to be legally bound
  Substantial but limited issues of interpretation
  Broad areas of discretion
  “Standards”; only meaningful with reference to specific situations
  Imposs ible to determine whether conduct complies
Low
Sumber: Kenneth W. Abbott, Robert O. Keohane, Andrew Moravcsik, Anne-Marie Slaughter, Duncan Snidal, The Concept Of Legalization, dalam Judith Goldstein, Miles Kahler, Robert O. Keohane, Anne-Marie Slaughter, Legalization and World Politics International Organization.  2001. Hal. 31.

Delegasi adalah sejauh mana negara atau aktor hubungan internasional lain memberikan otoritas kepada pihak ketiga (termasuk disini pengadilan internasional, lembaga arbitrasi, dan organisasi administratif) untuk menjalankan sebuah perjanjian. Yang dimaksud otoritas disini adalah adanya jaminan kekuasaan bagi pihak ketiga untuk mengimplementasikan, menafsirkan, dan mengaplikasikan aturan-aturan; menyelesaikan masalah atau membuat aturan selanjutnya. Indikatornya dapat dilihat ditabel no.4 dibawah :
Tabel 4. Indikator Delegasi
a. Dispute resolution
       High
Courts; binding third-party decisions; general jurisdiction; direct private access; can     interpret and supplement rules; domestic courts have jurisdiction
Courts; jurisdiction, access or normative authority limited or consensual
Binding arbitration
Non-binding arbitration
Conciliation, mediation
Institutionalized bargaining
Pure political bargaining
      Low

b. Rule making and implementation
      High
Binding regulations; centralized enforcement
Binding regulations with consent or opt-out
Binding internal policies; legitimation of decentralized enforcement
Coordination standards
Draft conventions; monitoring and publicity
Recommendations; confidential monitoring
Normative statements
Forum for negotiations
      Low
Sumber: Kenneth W. Abbott, Robert O. Keohane, Andrew Moravcsik, Anne-Marie Slaughter, Duncan Snidal, The Concept Of Legalization, dalam Judith Goldstein, Miles Kahler, Robert O. Keohane, Anne-Marie Slaughter, Legalization and World Politics International Organization.  2001. Hal. 32.

Indikator-indikator diatas menunjukkan tingkat legalisasi dari masing-masing dimensi. Semakin tinggi urutan yang ditempati maka semakin tinggi legalisasinya, begitupun sebaliknya. Semakin rendah urutan yang diduduki, maka semakin rendah tingkat legalisasinya. Sedangkan pada bagian pertengahan diantara urutan tersebut dapat digolongkan moderat. Sehingga secara prinsip, sebuah perjanjian yang memiliki legalisasi tinggi (hard law) adalah perjanjian yang bersifat wajib (mengikat), memiliki ketelitian tinggi (tidak multi interpretasi), dan terdapat kuasa pada pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa terhadap pelaksanaan perjanjian.
            Hasil dari tiga aspek ini akan dapat memberi bentuk tingkatan legalisasi dari perjanjian tersebut (soft atau hard law). Contoh lebih jelas mengenai tingkatan legalisasi sebuah perjanjian dapat dilihat dalam tabel dibawah :

Tabel 5. Bentuk Legalisasi Internasional
Type
Obligation
Precision
Delegation
Examples
Ideal type :
Hard Law




I
Hard
Hard
Hard
WTO-TRIPs;
European
Human rights Convention;
ICC
II
Hard
Low
Hard
EEC Antitrust, Art.
85-6; WTO
national treatment
III
Hard
Hard
Low
U.S-Soviet arms
control treaties;
Montreal Protocol
IV
Low
Hard
Low (Moderate)
UN Committee on
Sustainable
Development
(Agenda 21)
V
Hard
Low
Low
Vienna Ozone
Convention;
European
Framework
Convention on
National Minorities
VI
Low
Low
Hard (moderate)
UN specialized
agencies; World
Bank; OSCE High
Commissioner on
National Minorities
VII
Low
Hard
Low
Helsinki Final Act;
Nonbinding Forest
Principles;
technical standards
Ideal Type :
Anarchy




Sumber: Kenneth W. Abbott, Robert O. Keohane, Andrew Moravcsik, Anne-Marie Slaughter, Duncan Snidal, The Concept Of Legalization, dalam Judith Goldstein, Miles Kahler, Robert O. Keohane, Anne-Marie Slaughter, Legalization and World Politics International Organization.  2001. Hal. 22.
Hukum dan politik saling terkait di berbagai bentuk kelembagaaan kerjasama. Perjanjian internasional adalah bentuk pelembagaan ditandai oleh tiga aspek tersebut diatas. Konsep dari legalisasi meliputi rangkaian kesatuan dari tinggi rendahnya ketiga aspek atau karakter tersebut. Apabila ketiga atau dua dari aspek tersebut berada pada tingkatan yang tinggi, maka dapat diasumsikan legalisasi tersebut bersifat hard law, yang berarti memiliki ketentuan mengikat yang pasti. Sedangkan jika ketiga karakter tersebut berada pada tingkat yang rendah, maka dapat diasumsikan legalisasi tersebut bersifat soft law.


[1] J.L. Goldstein, M. Kahler, R.O. Keohane & A.M. Slaughter. 2011.  Legalization and World Politics : The Concept of Legalization. The MIT Press. Cambridge.
[2] Ibid. Hal 12.
[3] Ibid. Hal 17 – 24.
[4] Ibid. Hal 37-38.
[5] Ibid. Hal 25.
[6] Ibid. Hal 404.

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

      Hapus
  2. Sangat bermanfaat artikelnya. Terimakasih untuk postingannya :))

    BalasHapus