Konsep legalisasi yang ditulis ini bersumber dari tulisan - tulisan Kenneth W. Abbott, Robert O.Keohane, Andrew Moravscik, Anne Maria Slaughter, Duncan Snidal dalam buku Legalization and World Politics[1] dengan berfokus pada bab – bab didalamnya antara lain : Introduction: Legalization and World Politics, Concept of Legalization dan Hard and Soft Law in International Governance. Buku ini secara keseluruhan mengemukakan politik hukum internasional dan legalisasi dari perspektif liberal.
Legalisasi adalah bentuk
khusus dari institusionalisasi atau pelembagaan kerjasama[2]. Legalisasi
menggambarkan bagaimana keputusan bersama dari negara-negara yang terlibat
didalamnya dapat membentuk perjanjian kerjasama internasional. Dan dalam
kerjasama ini terdapat derajat hukum internasional yang dipatuhi atau tidak
dipatuhi oleh negara-negara tersebut. Dengan konsep ini, dapat dilihat tingkat legalisasi
sebuah kerjasama internasional dari bentuknya yang paling kuat (rigid) hingga paling lemah (weak). Dengan melihat tingkat
legalisasi, dapat dijelaskan mengapa aktor-aktor dalam hubungan internasional
memilih untuk membuat institusi yang terlegalisasi dalam hukum internasional
beserta tingkat legalisasinya[3].
Konsep legalisasi selanjutnya
melihat konsekuensi terhadap aktor-aktor yang terlibat dari bentuk atau
tingkatan derajat legalisasi yang dipilih. Tingkatan legalisasi disini terbagi
dua yaitu soft law atau hard law[4].
Sebagai parameter dalam mengukur
tingkat legalisasi dari sebuah perjanjian atau kerjasama internasional,
terdapat 3 dimensi yang harus dilihat antara lain Obligasi, Delegasi dan
Presisi[5].
Semakin tinggi tingkat dimensi obligasi, presisi dan delegasi maka
semakin tinggi pula legalisasi suatu hukum internasional. Begitupun sebaliknya,
semakin rendah tingkat ketiganya, maka semakin rendah pula tingkat
legalisasinya. Ketiga dimensi ini tidak bisa dilihat
sebagai faktor tunggal yang menentukan bentuk legalisasi. Masing- masing aspek
tersebut bisa memiliki tingkatan atau derajat yang rendah atau tinggi secara tunggal, namun untuk melihat tingkat legalisasi sebuah
hukum internasional dipahami sebagai suatu proses yang meliputi rangkaian
kesatuan yang multidimensional. Disebut hard law yang ideal jika ketiga disebut
tersebut tinggi. Adapun tabel mengenai dimensi legalisasi digambarkan sebagai
berikut[6]:
Tabel 1. Dimensi
Legalisasi
Obligation
|
Binding rule
|
||
Precision
|
![]() |
Precise,
highly elaborated rule
|
|
Delegation
|
![]() |
Int’l court, organization;
domestic application
|
Sumber:
Kenneth W. Abbott, Robert O. Keohane, Andrew Moravcsik, Anne-Marie Slaughter,
Duncan Snidal, The Concept Of
Legalization, dalam Judith Goldstein, Miles Kahler, Robert O. Keohane,
Anne-Marie Slaughter, Legalization and
World Politics International Organization.
2001. Hal. 20.
Legalisasi
masing-masing dari ketiga dimensi diatas dapat beragam. Dan karenanya pula, tingka
legalisasi secara keseluruhannya juga dapat beragam. Untuk memetakan tingkat
legalisasi dari masing- masing dimensi tersebut, dapat dinilai dari
indikator-indikator tertentu yang ada dalam dimensi tersebut. Berikut akan
dijelaskan definisi dan indikator dari ketiga dimensi legalisasi ini
Obligasi berarti seberapa kuat negara atau aktor lainnya terikat
dalam sebuah aturan atau komitmen. Secara spesifik obligasi berarti perilaku
para aktor yang terikat oleh aturan-aturan umum, prosedur, dan diskursus hukum
internasional dan hukum domestik. Indikatornya dapat dilihat ditabel no.2
dibawah :
Tabel 2. Indikator
Obligasi
High
|
Unconditional obligation; language an other
indicia of interest to be legally bound
|
Poltical treaty: implicit conditions on
obligation
|
National reservations on specific
obligations; contingent obligations and escape clauses
|
Hortatory obligations
|
Norms adopted without law-making authority;
recommendations and guidelines
|
Explicit negation of intent to be legally
bound
|
Low
|
Sumber:
Kenneth W. Abbott, Robert O. Keohane, Andrew Moravcsik, Anne-Marie Slaughter,
Duncan Snidal, The Concept Of
Legalization, dalam Judith Goldstein, Miles Kahler, Robert O. Keohane,
Anne-Marie Slaughter, Legalization and
World Politics International Organization.
2001. Hal. 26.
Presisi berarti
tingkat keakuratan dan ketelitian. Artinya aturan-aturan itu tertulis secara
jelas dan tidak ambigu, menjadi acuan
bagi tingkah laku aktor-aktor yang terikat oleh hukum tersebut. Dengan kata
lain presisi memberi batasan yang baku dalam melakukan interpretasi pada pasal-pasal sebuah perjanjian. Indikatornya dapat dilihat ditabel no.3 dibawah :
Tabel 3. Indikator Presisi
High
|
Unconditional obligation; language an other
indicia of interest to be legally bound
|
Substantial but limited issues of
interpretation
|
Broad areas of discretion
|
“Standards”; only meaningful with reference
to specific situations
|
Imposs ible to determine whether conduct
complies
|
Low
|
Sumber:
Kenneth W. Abbott, Robert O. Keohane, Andrew Moravcsik, Anne-Marie Slaughter,
Duncan Snidal, The Concept Of
Legalization, dalam Judith Goldstein, Miles Kahler, Robert O. Keohane,
Anne-Marie Slaughter, Legalization and
World Politics International Organization.
2001. Hal. 31.
Delegasi adalah sejauh
mana negara atau aktor hubungan internasional lain memberikan otoritas kepada pihak ketiga (termasuk disini pengadilan internasional, lembaga arbitrasi, dan organisasi administratif) untuk menjalankan sebuah perjanjian. Yang dimaksud otoritas disini adalah
adanya jaminan kekuasaan bagi pihak
ketiga untuk mengimplementasikan, menafsirkan, dan mengaplikasikan
aturan-aturan; menyelesaikan masalah atau membuat aturan selanjutnya.
Indikatornya dapat dilihat ditabel no.4 dibawah :
Tabel 4. Indikator Delegasi
a. Dispute resolution
|
High
|
Courts; binding third-party decisions; general
jurisdiction; direct private access; can interpret and supplement rules; domestic
courts have jurisdiction
|
Courts; jurisdiction, access or normative
authority limited or consensual
|
Binding arbitration
|
Non-binding arbitration
|
Conciliation, mediation
|
Institutionalized bargaining
|
Pure political bargaining
|
Low
|
b. Rule making and implementation
|
High
|
Binding regulations; centralized enforcement
|
Binding regulations with consent or opt-out
|
Binding internal policies; legitimation of decentralized
enforcement
|
Coordination standards
|
Draft conventions; monitoring and publicity
|
Recommendations; confidential monitoring
|
Normative statements
|
Forum for negotiations
|
Low
|
Sumber:
Kenneth W. Abbott, Robert O. Keohane, Andrew Moravcsik, Anne-Marie Slaughter,
Duncan Snidal, The Concept Of
Legalization, dalam Judith Goldstein, Miles Kahler, Robert O. Keohane,
Anne-Marie Slaughter, Legalization and
World Politics International Organization.
2001. Hal. 32.
Indikator-indikator
diatas menunjukkan tingkat legalisasi dari masing-masing dimensi. Semakin
tinggi urutan yang ditempati maka semakin tinggi legalisasinya, begitupun
sebaliknya. Semakin rendah urutan yang diduduki, maka semakin rendah tingkat
legalisasinya. Sedangkan pada bagian pertengahan diantara urutan tersebut dapat
digolongkan moderat. Sehingga secara
prinsip, sebuah perjanjian yang memiliki legalisasi tinggi (hard law)
adalah perjanjian yang bersifat wajib (mengikat), memiliki ketelitian tinggi
(tidak multi interpretasi), dan terdapat kuasa pada pihak ketiga dalam
penyelesaian sengketa terhadap pelaksanaan perjanjian.
Hasil
dari tiga aspek ini akan dapat memberi bentuk tingkatan legalisasi dari
perjanjian tersebut (soft atau hard law).
Contoh lebih jelas mengenai tingkatan legalisasi sebuah perjanjian dapat
dilihat dalam tabel dibawah :
Tabel 5. Bentuk
Legalisasi Internasional
Type
|
Obligation
|
Precision
|
Delegation
|
Examples
|
Ideal type
:
Hard Law
|
||||
I
|
Hard
|
Hard
|
Hard
|
WTO-TRIPs;
European
Human rights Convention;
ICC
|
II
|
Hard
|
Low
|
Hard
|
EEC Antitrust, Art.
85-6; WTO
national treatment
|
III
|
Hard
|
Hard
|
Low
|
U.S-Soviet arms
control treaties;
Montreal Protocol
|
IV
|
Low
|
Hard
|
Low (Moderate)
|
UN Committee on
Sustainable
Development
(Agenda 21)
|
V
|
Hard
|
Low
|
Low
|
Vienna Ozone
Convention;
European
Framework
Convention on
National Minorities
|
VI
|
Low
|
Low
|
Hard (moderate)
|
UN specialized
agencies; World
Bank; OSCE High
Commissioner on
National Minorities
|
VII
|
Low
|
Hard
|
Low
|
Helsinki Final Act;
Nonbinding Forest
Principles;
technical standards
|
Ideal Type :
Anarchy
|
Sumber:
Kenneth W. Abbott, Robert O. Keohane, Andrew Moravcsik, Anne-Marie Slaughter,
Duncan Snidal, The Concept Of
Legalization, dalam Judith Goldstein, Miles Kahler, Robert O. Keohane,
Anne-Marie Slaughter, Legalization and
World Politics International Organization. 2001. Hal. 22.
Hukum
dan politik saling terkait di berbagai bentuk kelembagaaan kerjasama.
Perjanjian internasional adalah bentuk pelembagaan ditandai oleh tiga aspek
tersebut diatas. Konsep dari legalisasi meliputi rangkaian kesatuan dari tinggi
rendahnya ketiga aspek atau karakter tersebut. Apabila ketiga atau dua dari aspek
tersebut berada pada tingkatan yang tinggi, maka dapat diasumsikan legalisasi
tersebut bersifat hard law, yang
berarti memiliki ketentuan mengikat yang pasti. Sedangkan jika ketiga karakter
tersebut berada pada tingkat yang rendah, maka dapat diasumsikan legalisasi
tersebut bersifat soft law.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
HapusSangat bermanfaat artikelnya. Terimakasih untuk postingannya :))
BalasHapus