Senin, 03 Februari 2014

Negara-Negara Sekutu Kekisaran Jepang di Asia Dalam Perang Perang Pasifik (Part 1)



Acapkali terlewatkan dalam sejarah perang dunia II adalah keberadaan dan peran dari negara  sekutu atau negara kolaborator Jepang di Asia. Negara-negara Asia ini secara formal melakukan aliansi dengan Jepang melawan pihak Allies yang terdiri Uni Soviet, Perancis, Belanda, Amerika Serikat, China dan Inggris. Pemerintahan Negara sekutu Jepang ini umumnya didominasi oleh sentimen anti-komunis dan anti-barat dimana Jepang menjadi pemimpin dalam melawan hegemoni keduanya. Secara ringkas dalam konteks kekuatan diplomatik dan militer, negara sekutu Jepang ini dapat dibagi menjadi dua pihak. Pertama adalah negara Thailand sebagai sekutu terkuat Thailand di Asia serta negara-negara boneka Jepang.
Negara Thailand (21 Desember 1941- Agustus 1945)

Keberpihakan Thailand terhadap Jepang bisa dilihat dari naiknya Jenderal Plaek Phibunsongkhram (Phibun) sebagai Perdana Menteri Thailand pada tahun 1939. Phibun merupakan pengagum pemimpin fasis Italia, Benito Mussolini. Sebagaimana Mussolini, Phibun menginginkan modernisasi dan militerisasi di Thailand. Hal ini dapat dimaklumi dengan rawannya posisi Thailand dan semakin berkembangnya nasionalisme Thailand pada dasawarsa 1930-an. Thailand pada awal perang Pasifik merupakan satu-satunya negara kerajaan di Asia Tenggara yang belum jatuh ke tangan kolonial barat. 

Sepanjang dasawarsa tahun 1890-1930, wilayah Thailand semakin berkurang dengan ekspansi Inggris dan Perancis. Thailand pada masa pemerintahan PM Phibun, terkepung oleh wilayah penjajahan Perancis di sebelah timur, dan wilayah penjajahan Inggris di barat. Dengan kemunculan PM Phibun, sentimen anti imperialisme Eropa semakin menguat. Sentimen anti Eropa ini sangat kental terutama terhadap Perancis, yang ketika itu dipandang sebagai ancaman utama Thailand. Perancis dan Thailand sempat berperang pada tahun 1893 yang berakhir dengan semakin memudarnya pengaruh Thailand diwilayah Indochina seperti Laos dan Kamboja.

Kekuatan militer Thailand pun mengalami modernisasi dengan penggunaan peralatan perang modern dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Jepang. Dengan kekuatan baru dibawah kepimpinan PM Phibun, Thailand pada Oktober tahun 1940 pun mulai menginvasi wilayah Indochina-Perancis. Angkatan bersenjata Thailand ketika itu berjumlah 60.000 personel dengan dua ratus lebih pesawat tempur dan tank. Dengan mediasi Jepang, perang Thailand-Perancis ini berakhir dengan penyerahan sejumlah wilayah Perancis di Indochina kepada Thailand pada 9 Mei 1941. Selain kekuatan militer, secara diplomatik Thailand juga memiliki pengaruh di kancah perpolitikan internasional. Thailand merupakan anggota Liga Bangsa-Bangsa dan memiliki hubungan diplomatik dengan banyak negara Barat. Alhasil, sebagaimana Jepang, negara Thailand dibawah PM Phibun muncul sebagai negara Asia modern dengan sentimen anti imperialisme Eropa.
Dengan keterkaitan akan memiliki musuh yang sama, Hubungan Thailand dan Jepang pun juga semakin erat pada awal-awal pemerintahan PM Phibun. Jepang juga membantu Thailand dalam memodernisasi angkatan lautnya. Namun, paska mediasi Jepang dalam Perang Thailand-Perancis tahun 1940-1941, Phibun menyadari bahwa Jepang memiliki ambisi untuk memasukkan seluruh wilayah Indochina kedalam pendudukannya. Jepang pun mengetahui bahwa buruknya hubungan Jepang dengan negara-negara Eropa merupakan peluang bagi Jepang untuk melebarkan pengaruhnya di Thailand.

Jepang pun menginvasi Thailand pada 8 Desember 1941, sebagai bagian dari operasi militer Jepang untuk menguasai Semenanjung Malaka dan Burma. Thailand pun terjebak dilema antara melawan Jepang sendirian atau menyerah dan kemudian bergabung dengan Jepang melawan Allies. Setelah melawan serangan Jepang selama sehari, Thailand menyatakan gencatan senjata pada tanggal 9 Desember 1941. 5 Hari kemudian, Thailand sepakat untuk mengirim tentaranya dalam membantu Jepang menginvasi Burma dan Malaka, serta memberi akses tidak terbatas bagi Jepang di wilayahnya. Thailand dan Jepang secara formal sepakat untuk beraliansi pada 21 Desember 1941.
Sekalipun sempat berperang, Hubungan Jepang dan Thailand kemudian tetap dalam hubungan bilateral dua negara yang sederajat. Jepang menganggap Thailand sebagai sekutunya sebagaimana Jerman bersekutu dengan Bulgaria atau Romania. Thailand tetap dapat mengatur hubungan domestik pemerintahan dan militernya. 35.000 tentara Thailand kemudian berpartisipasi dalam operasi militer Jepang di Burma. Wilayah Thailand pun semakin luas dengan Jepang mengizinkan Thailand untuk menganeksasi beberapa bagian wilayah Burma.
Namun hubungan Jepang dan Thailand semakin memburuknya seiring dengan brutalnya sikap tentara Jepang di wilayah Thailand serta dengan semakin meningkatknya prospek akan kekalahan Jepang dalam perang Pasifik. Perekonomian Thailand pun semakin buruk akibat ketergantungan perdagangan Thailand dengan Jepang. Gerakan Seri Thai atau Free Thai yang anti Jepang dan anti pemerintahan Phibun pun muncul. PM Phibun akhirnya mundur pada 1 Agustus 1944 digantikan oleh Khuang Abhaiwongse. PM Khuang masih melanjutkan dukungan Thailand terhadap Jepang, namun dia juga secara diam-diam mendukung gerakan Seri Thai. Rencana pemberontakan nasional terhadap pendudukan Jepang di Thailand pun semakin mencuat.

Namun peristiwa penjatuhan Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki, serta menyerahnya Jepang pada tanggal 14 Agustus menciptakan kondisi politik baru di Thailand. Rencana pemberontakan gerakan Seri Thai terhadap pendudukan Jepang ketika itu pun dibatalkan. Pridi Phanomyong dari gerakan Seri Thai kemudian menjadi PM Thailand pada tahun 1946. Dia menyatakan bahwa kesepakatan 25 Januari 1942, dimana bahwa Thailand menyatakan kesediannya bersekutu dengan Jepang, adalah illegal dan tidak konstitusional. PM Pridi berhadap dengan pembatalan kesepakatan tersebut, Thailand dapat terhindar tuntutan penyerahan dan hukuman dari kubu Allies.

1 komentar: