Selasa, 11 Februari 2014

Negara-Negara Sekutu Kekisaran Jepang di Asia Dalam Perang Perang Pasifik (Part 2)



Negara-Negara Boneka Jepang

Berdasarkan Michael Graham dalam buku Guide to International Relations and Diplomacy, negara klien atau negara boneka adalah sebuah negara yang de jure telah mendeklarasikan kemerdekaannya, namun sangat bergantung kepada negara asing secara ekonomi politik dan militer. Dengan kata lain, sekalipun memiliki pemerintahannya sendiri, pada tatanan praktis mereka sangat bergantung pada negara lain untuk keberlangsungan roda pemerintahannya. Pengakuan diplomatik dari negara lain ke negara-negara boneka ini pun sangat terbatas, dan acapkali hanya diakui sebagai negara oleh sesama negara boneka disamping oleh negara besar yang mengatur mereka.
Sejak ekspansi Jepang di daratan Asia pada dasawarsa 1910-an, wilayah Jepang semakin luas dimana di dalamnya terdapat berbagai entitas politik dan bangsa-bangsa yang mana Jepang berusaha memperdalam pengaruhnya. Namun begitu, tidak semua wilayah dalam pendudukan Jepang berada dibawah pemerintahan langsung Jepang. Sebagaimana sekutu utamanya, Jerman dan Italia, Jepang juga mendirikan beberapa negara boneka di wilayah pendudukannya sepanjang perang Pasifik, yang mana hal tersebut memiliki beberapa tujuan.


Tujuan pertama adalah untuk memudahkan administrasi Jepang. Luas wilayah Kekaisaran Jepang termasuk wilayah pendudukannya sempat mencapai 7,4 juta kilometer persegi atau 40 kali lipas luas wilayah Jepang di era modern. Dengan wilayah yang sangat luas ini Jepang tidak dapat menerapkan kebijakan sentralisasi secara efektif, alhasil program-program desentralisasi pun harus dijalankan. Disini diperlukan penguasa atau kolaborator lokal yang dapat diberi mandat oleh Jepang dalam menjalankan  roda pemerintahan Kekaisaran Jepang diwilayah pendudukan. 

Negara-negara boneka Jepang juga bertujuan untuk menggalang dukungan penduduk di wilayah yang didudukinya dalam rangka mewujudkan Asia Timur Raya, sebuah konsep Pan-Asia dimana Jepang menjadi bangsa pemimpin dalam melawan imperialisme barat. Berbeda dengan Jerman, Jepang secara teoritis melalui slogan Hakkō Ichiu menghendaki adanya persamaan dan harmoni antar sesama ras dan etnis di Asia. Dengan adanya negara boneka ini, penduduk di wilayah penjajahan diharap akan lebih bekerjasama dengan Jepang. Pemimpin negara boneka Jepang pun umumnya penguasa lokal yang memiliki pandangan anti barat, sebagai contoh adalah penunjukan Ba Maw di Burma. Pemimpin negara boneka lainnya juga bisa berasal dari keluarga bangsawan/kerajaan yang mana kekuasaan mereka telah berkurang akibat pergolakan politik di wilayah mereka sebelum kedatangan Jepang. Pergolakan politik ini umumnya diwarnai oleh perseteruan antara komunisme, royalis dan nasionalis. Sebagai contoh adalah penunjukan Pu-Yi, mantan kaisar dinasti Qing China,  sebagai pemimpin Manchukuo. Jepang pun berharap legitimasinya di mata internasional dan domestik pun dapat menguat dengan adanya keberadaan negara-negara boneka ini.
Tujuan lain Jepang mendirikan negara boneka adalah adanya faktor eksternal dimana semakin terdesaknya Jepang pada perang Pasifik antara tahun 1944-1945. Jepang pada dua tahun terakhir perang Pasifik ditandai dengan berbagai kekalahan yang mengakibatkan berkurangnya legitimasi dan kekuatan Jepang di wilayah pendudukan yang tersisa. Pihak Sekutu pun mulai membujuk para kolaborator Jepang untuk membelot dan mendukung gerakan anti-Jepang lainnya. Dibayang-bayangi oleh ancaman pembelotan dan pemberontakan ini, Jepang semakin menggiatkan propagandanya, salah satunya dengan menjanjikan kemerdekaan bagi negara atau wilayah didudukinya. Beberapa negara-negara boneka pun bermunculan yang diharap akan menjadi basis gerilya Jepang dalam melanjutkan pertempuran melawan pihak Allies yang semakin tidak berimbang. Negara-negara boneka juga akan memberi daya tawar bagi Jepang dalam mencapai solusi diplomatik dengan pihak allies seandainya solusi militer tidak tercapai. 

Melalui Konferensi Asia Timur Raya yang berlangsung pada 5-6 November 1943 di Tokyo, Jepang berusaha untuk menciptakan legitimasi internasional akan wilayah pendudukannya. Konferensi ini dihadiri oleh wakil dari Thailand, Pangeran Wan Waithayakonm serta wakil dari negara-negara boneka Jepang antara lain : 1) Zhang Jinghui, Perdana Menteri Manchukuo 2) Wang Jingwei Presiden Republik China-Nanjing 3) Ba Maw, pemimpin Negara Burma 4) Subhas Chandra Bose, pemimpin negara Azad 4) José P. Laurel, Presiden Republik Kedua Philipina.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar