Negara-Negara Boneka
Jepang
Berdasarkan
Michael Graham dalam buku Guide to
International Relations and Diplomacy, negara klien atau negara boneka
adalah sebuah negara yang de jure telah mendeklarasikan kemerdekaannya, namun
sangat bergantung kepada negara asing secara ekonomi politik dan militer.
Dengan kata lain, sekalipun memiliki pemerintahannya sendiri, pada tatanan
praktis mereka sangat bergantung pada negara lain untuk keberlangsungan roda
pemerintahannya. Pengakuan diplomatik dari negara lain ke negara-negara boneka
ini pun sangat terbatas, dan acapkali hanya diakui sebagai negara oleh sesama
negara boneka disamping oleh negara besar yang mengatur mereka.
Sejak
ekspansi Jepang di daratan Asia pada dasawarsa 1910-an, wilayah Jepang semakin
luas dimana di dalamnya terdapat berbagai entitas politik dan bangsa-bangsa
yang mana Jepang berusaha memperdalam pengaruhnya. Namun begitu, tidak semua
wilayah dalam pendudukan Jepang berada dibawah pemerintahan langsung Jepang. Sebagaimana
sekutu utamanya, Jerman dan Italia, Jepang juga mendirikan beberapa negara
boneka di wilayah pendudukannya sepanjang perang Pasifik, yang mana hal
tersebut memiliki beberapa tujuan.
Tujuan
pertama adalah untuk memudahkan administrasi Jepang. Luas wilayah Kekaisaran
Jepang termasuk wilayah pendudukannya sempat mencapai 7,4 juta kilometer
persegi atau 40 kali lipas luas wilayah Jepang di era modern. Dengan wilayah
yang sangat luas ini Jepang tidak dapat menerapkan kebijakan sentralisasi
secara efektif, alhasil program-program desentralisasi pun harus dijalankan. Disini
diperlukan penguasa atau kolaborator lokal yang dapat diberi mandat oleh Jepang
dalam menjalankan roda pemerintahan
Kekaisaran Jepang diwilayah pendudukan.
Negara-negara
boneka Jepang juga bertujuan untuk menggalang dukungan penduduk di wilayah yang
didudukinya dalam rangka mewujudkan Asia Timur Raya, sebuah konsep Pan-Asia
dimana Jepang menjadi bangsa pemimpin dalam melawan imperialisme barat. Berbeda
dengan Jerman, Jepang secara teoritis melalui slogan Hakkō Ichiu menghendaki adanya persamaan dan harmoni antar sesama
ras dan etnis di Asia. Dengan adanya negara boneka ini, penduduk di wilayah penjajahan
diharap akan lebih bekerjasama dengan Jepang. Pemimpin negara boneka Jepang pun
umumnya penguasa lokal yang memiliki pandangan anti barat, sebagai contoh
adalah penunjukan Ba Maw di Burma. Pemimpin negara boneka lainnya juga bisa
berasal dari keluarga bangsawan/kerajaan yang mana kekuasaan mereka telah berkurang
akibat pergolakan politik di wilayah mereka sebelum kedatangan Jepang.
Pergolakan politik ini umumnya diwarnai oleh perseteruan antara komunisme,
royalis dan nasionalis. Sebagai contoh adalah penunjukan Pu-Yi, mantan kaisar
dinasti Qing China, sebagai pemimpin
Manchukuo. Jepang pun berharap legitimasinya di mata internasional dan domestik
pun dapat menguat dengan adanya keberadaan negara-negara boneka ini.
Tujuan
lain Jepang mendirikan negara boneka adalah adanya faktor eksternal dimana semakin
terdesaknya Jepang pada perang Pasifik antara tahun 1944-1945. Jepang pada dua
tahun terakhir perang Pasifik ditandai dengan berbagai kekalahan yang
mengakibatkan berkurangnya legitimasi dan kekuatan Jepang di wilayah pendudukan
yang tersisa. Pihak Sekutu pun mulai membujuk para kolaborator Jepang untuk
membelot dan mendukung gerakan anti-Jepang lainnya. Dibayang-bayangi oleh
ancaman pembelotan dan pemberontakan ini, Jepang semakin menggiatkan
propagandanya, salah satunya dengan menjanjikan kemerdekaan bagi negara atau
wilayah didudukinya. Beberapa negara-negara boneka pun bermunculan yang diharap
akan menjadi basis gerilya Jepang dalam melanjutkan pertempuran melawan pihak Allies yang semakin tidak berimbang.
Negara-negara boneka juga akan memberi daya tawar bagi Jepang dalam mencapai solusi
diplomatik dengan pihak allies seandainya
solusi militer tidak tercapai.
Melalui
Konferensi Asia Timur Raya yang berlangsung pada 5-6 November 1943 di Tokyo,
Jepang berusaha untuk menciptakan legitimasi internasional akan wilayah
pendudukannya. Konferensi ini dihadiri oleh wakil dari Thailand, Pangeran Wan
Waithayakonm serta wakil dari negara-negara boneka Jepang antara lain : 1) Zhang
Jinghui, Perdana Menteri Manchukuo 2) Wang Jingwei Presiden Republik
China-Nanjing 3) Ba Maw, pemimpin Negara Burma 4) Subhas Chandra Bose, pemimpin
negara Azad 4) José P. Laurel, Presiden Republik Kedua Philipina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar