Rabu, 26 Februari 2014

Negara-Negara Sekutu Kekisaran Jepang di Asia Dalam Perang Perang Pasifik (Part 3)

Manchukuo (18 Februari 1932 – Agustus 1945)
Manchukuo berdiri diatas wilayah pendudukan Jepang di Manchuria, China Utara. Awal pendirian negara ini bisa dilihat dari invasi Jepang ke Manchuria tahun 1931. Jepang melihat posisi strategis Manchuria  sebagai basis untuk melakukan invasi lebih lanjut ke ibukota Beijing serta wilayah China di selatan Manchuria lainnya. Ibukota Manchuria sendiri terletak di Changcun. Untuk melegitimasi pendudukannya, Jepang kemudian menunjuk Pu-Yi, kaisar dinasti Qing yang terguling, sebagai pemimpin Manchukuo dan kemudian mendapatkan gelar Kaisar Manchukuo.  Pemerintahan Manchukuo didominasi oleh etnis Manchu dan etnis China lainnya. Namun sebagaimana Pu-Yi yang hanya berfungsi sebagai pemimpin boneka, Jepang tetap mengatur kebijakan dalam negeri Manchukuo.

Manchukuo dapat dikatakan negara boneka Jepang paling kuat dan berpengaruh dalam konteks kekuatan ekonomi, militer dan diplomatik. Wilayah Manchuria merupakan wilayah yang kaya akan sumber alam. Berbeda dengan Jepang dan Korea, kondisi tanah di Manchuria sangat cocok untuk mengembangkan aneka komoditas pertanian dan peternakan. Alhasil Manchuria menjadi lumbung pangan bagi kekaisaran Jepang. Hasil kehutanan juga melimpah dengan tersedianya berbagai olahan kayu. Namun signifikansi terbesar Manchuria bagi Jepang adalah besarnya kandungan tambang dan mineral disana seperti batubara, bijih besir dan bauksit. Melihat potensi ini, investasi dan ratusan ribu imigran Jepang diarahkan ke Manchuria dan menjadikannya sebagai basis industri berat dan manufaktur Jepang. Manchuria pun terkenal sebagai penghasil baja, besi, semen dan alumunium. Produk industri manufaktur seperti otomobil, pesawat terbang dan kereta api menjadi produk unggulan Jepang dalam mengembangkan sistem transportasi dan sistem persenjataan.
Secara militer, Manchukuo memiliki sebanyak 200.000 personil militer yang terdiri dari angkatan darat, laut, udara dan penjaga kekaisaran. Manchukuo juga merupakan markas dari pasukan elite Jepang yakni Kwantung Army yang berjumlah 1,2 juta personil. Dalam dunia diplomatik, Manchukuo mendapat pengakuan diplomatik oleh negara-negara dari kubu Axis seperti Slovakia, Vichy France, Romania, Bulgaria, Kroasia, Finlandia dan Pemerintahan Reorganisasi Nasional China. Manchukuo juga diakui oleh negara-negara anggota Liga PBB antara lain El Salvador, Republik Dominika, Uni Soviet, Italia, Spanyol, Jerman, Thailand dan Hungaria.
Pemberontakan di Manchukuo sering terjadi mengingat brutalnya pendudukan Jepang terhadap penduduk disana. Sebelum Perang Pasifik, Perang perbatasan juga sempat terjadi antara Manchukuo dan Jepang melawan Mongolia dan Uni Soviet dalam pertempuran Kalkhin Gol pada tahun 1939. Namun adalah invasi Uni Soviet pada penghujung perang Pasifik yang menghancurkan riwayat dari Manchukuo. Dengan berakhirnya perang di Eropa, Uni Soviet mulai mengincar wilayah pendudukan Jepang di China seperti Sakhalin dan Manchuria. Uni Soviet melancarkan operasi militer pada tanggal 8 Agustus yang berlangsung hingga 20 Agustus, untuk merebut seluruh wilayah Manchuria dari Jepang. Kwantung Army mengalami kekalahan sementara Tentara Kekaisaran Manchukuo tidak banyak melakukan perlawanan karena rendahnya moral dan minimnya persenjataan berat. Negara Manchukuo pun berakhir dengan tertangkapnya Kaisar Pu-Yi jatuhnya seluruh Manchukio ke tangan Soviet. Invasi Soviet atas Manchuria ini adalah salah satu alasan Kaisar Jepang untuk menyatakan menyerah. Wilayah Manchuria kemudian diserahkan ke Republik Rakyat China dan menjadi bagian tak terpisahkan RRC hingga saat ini.
Mengjiang (12 Mei 1936 – Agustus 1945)
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/6d/Flag_of_the_Mengjiang.svg/125px-Flag_of_the_Mengjiang.svg.png
Terletak di wilayah Inner Mongolia, China, Mengjiang berdiri pada tahun 1939 dengan Kalgan sebagai Ibukotanya. Wilayah Mengjiang merupakan wilayah di bagian timur laut China yang direbut pada tahun 1936 dari Republik China. Jepang melihat pendirian Mengjiang dan juga Manchukuo akan membantu mereka melebarkan pengaruh di Mongolia dan China Utara. Selain itu wilayah Mengjiang juga memiliki kekayaan tambang berupa bijih besi dan batubara yang dapat menyediakan kebutuhan industri manufaktur dan kebutuhan energi Jepang yang tinggi.
Mengjiang sendiri pada awalnya adalah sebuah daerah otonom dibawah kendali langsung Kekaisaran jepang. Namun dalam perkembangannya Mengjiang menjadi daerah otonom dibawah Pemerintahan Reorganisasi Nasional China, negara boneka Jepang di China bagian tengah. Dengan otonomi khususnya Mengjiang memiliki angkatan bersenjata sendiri bernama Tentara Nasional Mengjiang. Angkatan bersenjata Mengjiang berjumlah 10.000 personil pada tahun 1943 yang berfungsi  sebagai kavaleri tanpa dukungan tank atau pesawat tempur. Mengjiang juga memiliki bank pusat yang mengeluarkan mata uangnya sendiri.
Mengjiang dipimpin oleh seorang diktator bernama Pangeran Yondonwangchug, yang mengadvokasi adanya sebuah negara Mongol yang merdeka. Mengjiang sendiri memiliki arti “Wilayah Mongol”. Pada tahun 1937, Pangeran Yondonwangchug memiliki 20.000 pasukan yang berpartisipasi dalam sejumlah operasi militer Jepang terhadap Republik China di kota Taiyuan, propinsi Shanxi di China Utara. Keberadaan negara boneka Jepang ini berakhir seiring dengan invasi Uni Soviet ke Manchuria dan sekitarnya pada bulan Agustus 1945. Pangeran Yondonwangchug kemudian melarikan diri ke wilayah Republik China (Kuomintang) sebelum akhirnya ke Mongolia. Mengjiang sendiri kemudian menjadi bagian dari Republik Rakyat China.


Republik China-Nanjing (30 Maret 1940 – 10 Agustus 1945)

Berdiri pada 30 Maret 1940, Republik China-Nanjing secara resmi menganggap dirinya sebagai representasi sah dan juga kelanjutan dari Republik China pimpinan Chiang Kai-sek. Sesuai namanya, ibukota Republik China-Nanjing berada di Nanking. Negara boneka Jepang ini mengklaim seluruh wilayah China dengan perkecualian wilayah Manchuria yang merupakan bagian dari negara Manchukuo. Namun pada prakteknya, wilayah yang dikuasai dan diatur oleh Republik China-Nanjing sangat tergantung oleh perkembangan ekspansi Jepang di China daratan. Pada tahun pendiriannya, Republik China-Nanjing memiliki populasi sebesar 180 juta jiwa atau 1/3 dari total penduduk China ketika itu, sementara memiliki teritori dengan total area seluas 1,2 juta kilometer persegi atau 10 % dari total luas wilayahnya China. Kota terbesar China ketika itu, Shanghai, berada dibawah administrasi Republik China-Nanjing.
Republik ini berbasiskan prinsip anti-komunisme, pan-asianisme serta oposisi terhadap Chiang Kai-Sek. Sebagai negara republik, China-Nanjing memiliki lembaga eksekutif (presiden) dan legislatif (parlemen). Presiden Republik China-Nanjing, Wang Jingwei, merupakan kader sayap kiri dari partai Kuomintang yang memiliki kedekatan dengan pemerintahan Nazi Jerman dan Fasis Italia. Sebelum terjadi perang China-Jepang tahun 1939, dia merupakan pesaing utama Chiang Kai-sek dalam perebutan kursi ketua partai Kuomintang. Kalah dalam perebutan kursi ketua, dan skeptis akan kemenangan China melawan Jepang, Wang Jingwei mengadvokasi aliansi China dengan Jepang. Bersama Jepang, Wang Jingwei berargumen bahwa China dapat menghadapi kekuatan imperalisme barat yang dia anggap lebih berbahaya. Dia kemudian mendirikan pemerintahan baru bernama “Pemerintahan Reorganisasi Nasional China” yang mengatur wilayah China-Nanjing dengan bantuan Jepang.
Kehidupan sehari-hari dalam Republik ini diwarnai oleh tindakan brutal tentara Jepang dalam menumpas pejuang China anti-Jepang. Polisi rahasia Jepang, Kempetai bekerjasama dengan para kolaborator China dalam memberantas dan mensensor kegiatan yang dianggap tidak pro-Jepang. Diskriminasi terjadi di segala lini dimana pusat industri dan komersil dikuasai oleh militer Jepang. Sekalipun kebijakan harga diatur sepenuhnya oleh Jepang, harga kebutuhan pokok di Republik China-Jepang meningkat tajam dan semakin parah pada akhir-akhir perang China-Jepang.
Tentara Republik China-Nanjing pada awal pendiriannya di tahun 1940 berjumlah 145.000 ribu personil. Seiring dengan rekrutmen, meluasnya wilayah Republik serta meningkatnya jumlah tentara tewas tentara Jepang, angka ini kemudian semakin meningkat menjadi 345.000 personil pada tahun 1943. Fungsi Tentara Republik China-Nanjing pun tidak lagi hanya menjaga keamanan, namun juga mendukung tentara Jepang dalam operasi militer dan acapkali menjadi garis terdepan dalam menghadapi serangan tentara Komunis China. Dengan predikatnya sebagai “Hanjian” atau pengkhianat, Tentara Republik China-Nanjing memiliki moral yang rendah dan acapkali membelot ketika berhadapan dengan tentara Kuomintang.
Seiring dengan menyerahnya Jepang pada Agustus 1945, pemerintahan Republik China-Nanjing beserta tentara Jepang di wilayah tersebut menyerahkan diri ke tentara Kuomintang. Wilayah Negara Republik China-Nanjing pun akhirnya menjadi bagian dari Republik China selama beberapa tahun sebelum berpindah tangan ke Republik Rakyat China usai perang saudara China.
Republik Kedua Philipina (14 Oktober 1943 – 17 Agustus 1945)
Philipina merupakan wilayah Amerika Serikat sebelum cetusnya perang Pasifik. Philipina dipandang Jepang sebagai batu loncatan untuk menduduki kawasan Hindia Belanda yang kaya akan sumberdaya alam terutama minyak. Philipina juga berfungsi sebagai pusat komando Amerika Serikat di Asia Tenggara, yang harus dikuasai bersamaan dengan penyerbuan jepang ke Pearl Harbour. Dengan begitu, Jepang memandang Amerika Serikat akan kehilangan kekuatannya di Pasifik, dan Jepang dapat menguasai kawasan Pasifik tanpa tertandingi. Tanggal 8 Desember 1941, Jepang mulai melancarkan serangannya ke Philipina, dan pada bulan Mei 1942, Philipina telah dikuasai sebagian besar oleh Jepang. Perlawanan penduduk Philipina terhadap Jepang terus berlangsung
Ide negara Philipina telah terbentuk bahkan sebelum invasi Jepang ke Philipina. Adalah Jose Laurel yang diberi mandat oleh Jepang untuk membentuk pemerintahan sementara di Philipina. Laurel kemudian menjadi Presiden Republik Kedua Philipina pada tanggal 14 Oktober 1943, menandakan terbentuknya negara Philipina. Secara formal, administrasi militer Jepang di Philipina telah berakhir. Namun begitu, kontrol Jepang atas Philipina terus berlangsung.
Maraknya sentimen anti-jepang di Philipina, selain karena sikap represif Jepang, juga karena adanya janji kemerdekaan bagi Philipina oleh Amerika Serikat. Dengan semakin meningkatnya resistensi penduduk Philipina terhadap Jepang, Presiden Laurel berusaha menggalang simpati domestik dengan mengurangi pengaruh Jepang. Ini dapat terlihat antara lain ketika Presiden Laurel seperti menolak tuntutan Jepang akan wajib militer bagi penduduk Philipina untuk membantu upaya perang Jepang. Namun begitu, sejumlah elemen pemerintah mendirikan paramiliter bernama Makapili. Bersama tentara Jepang, Makapili menumpas segala kegiatan anti-pemerintah ataupun anti-Jepang di Philipina.
Akhir tahun 1944, tentara Amerika Serikat mulai merebut kembali Philipina. Awal tahun 1945 Manila menjadi pusat pertempuran sengit antara Amerika Serikat melawan Jepang. Pemerintahan Philipina pun memindahkan ibukota dari Manila ke Baguio. Namun dengan menyerahnya Kekaisaran Jepang pada tanggal 14 Agustus 1945, nasib Republik Philipina Kedua ini pun diambang keruntuhan. Pada hari kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, Presiden Laurel akhirnya membubarkan pemerintahan Republik Philipina Kedua dari Tokyo. Philipina akan mendapatkan kemerdekaannya dari Amerika Serikat di tanggal 4 Juli 1946 pada perjanjian Manila.
Azad Hind (21 Oktober 1943 – 18 Agustus 1945)
Berdiri pada 21 Oktober 1943, Azad Hind atau “India Merdeka” melalui “pemerintahan Provisional India” mengklaim seluruh wilayah India sebagai wilayahnya. Namun pada prakteknya, administrasi pemerintah Azad hind hanya terdapat di kepulauan Nikobar dan Andaman. Kepulauan ini direbut oleh Jepang dari tangan Inggris pada tahun 1942.  Namun begitu, pemerintahan Provisional India memiliki visi untuk mendirikan administrasi di India daratan, dengan dukungan Jepang.
Dipimpin oleh Subhas Chandra Bose, Azad Hind menyatakan perang terhadap Inggris usai deklarasi kemerdekaan pada 21 Oktober. Bose sendiri merupakan kader dari partai Kongres Nasional India, dan sempat menjadi Presiden dari partai tersebut pada 1938. Namun gaya radikal Bose yang mengadvokasi perjuangan bersenjata berseberangan dengan Gandhi dan petinggi partai lainnya, yang mengakibatkan jatuhnya Bose dari posisi Presiden di tahun yang sama. Bose kemudian ditahan oleh pemerintah Inggris, sebelum akhirnya dapat kabur ke Jerman dan setelah itu ke Jepang. Di Jepang ini kemudian Bose mendapatkan dukungan dari Jepang untuk mendirikan angkatan bersenjata nasional dan pemerintahan sementara India sebagai bagian dari operasi militer untuk menundukkan India yang dibawah penjajahan Inggris.
Sekalipun memiliki wilayah yang kecil, Tentara Nasional India memiliki 43.000 personel pada tahun 1945. Ini dikarenakan banyaknya keberadaan penduduk etnis India dalam Tentara Inggris. Sebanyak 70.000 tentara Inggris di Malaka merupakan etnis India. Ketika Jepang merebut Malaka dan Singapura, sebagian besar tentara india ini kemudian bergabung dengan Tentara nasional India. Bersama Tentara Kekaisaran Jepang dan Tentara Nasional Burma dibawah pimpinan Ba Maw dan Aung San, Tentara Nasional India  berpartisipasi pada pertempuran besar di wilayah Burma dan juga India.
Namun operasi militer Jepang, Burma dan Azad Hind di tanah India berakhir dengan kegagalan. Rencana untuk mendirikan pemerintahan sementara di daratan India gagal. Pendanaan dari Jepang pun berkurang seiring dengan tertekannya Jepang pada tahun 1944-1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam perjalanan ke Tokyo, pesawat yang ditumpangi Bose terjatuh di Taiwan dan menewaskan Bose beserta sejumlah perwira Tentara Nasional India lainnya. Dengan meninggalnya Bose, pemerintahan Provisional India akhirnya kolaps sehari setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia. Tentara Nasional India dan pejabat pemerintahan Azad Hind kemudian menyerahkan diri kepada pihak Allies.


Burma (1 Augustus 1943 – 27 Maret 1945)
Burma merupakan negara  klien Jepang dengan otonomi paling besar dibandingkan negara lain semisal Manchukuo atau Mengjiang. Wilayah Burma sendiri direbut oleh Jepang dari Inggris pada awal 1942. Burma memiliki posisi strategis sebagai negara penghubung antara Asia Tenggara, India (yang saat itu dikuasai Inggris) dan China. Selain sebagai basis pertahanan melawan Inggris, Pendudukan atas Burma juga berarti akan memutus jalur persediaan China. Burma juga memiliki potensi sumber daya alam yang besar dilihat dari statusnya sebagai lumbung padi Asia, serta ketersediaan barang tambang dan mineral. Selain itu pendudukan atas Burma juga berarti akan memutus jalur persediaan Chinai
Jepang mengizinkan pendirian sebuah negara Burma dengan syarat pemerintah Burma akan menyatakan perang terhadap Inggris dan Amerika Serikat. Pemerintah Burma kemudian dipimpin oleh Ba Maw, seorang pengacara dan juga tahanan politik Inggris. Tanggal 1 Agustus pun Negara Burma dideklarasikan, dan pemerintahan militer Jepang di Burma berakhir. Namun kedepannya pemerintahan Burma ini gagal meraih pengakuan diplomatik ataupun dukungan domestik karena masih banyaknya keberadaan Tentara Kekaisaran Jepang dalam Burma. Keberadaan tentara Jepang ini menimbulkan banyak antipati dari penduduk Burma karena brutalitas dan pandangan merendahkan tentara Jepang terhadap penduduk Burma
Bersama Tentara Nasional India serta Pembela Tanah Air (PETA) di Indonesia, Tentara Nasional Burma ini merupakan salah satu organisasi militer nasional di Asia Tenggara dibawah pemerintahan Jepang. Menarik disimak disini adalah bahwa pemerintahan pendudukan Jepang lainnya di Asia Tenggara seperti di Malaka, Kamboja atau Vietnam,  tidak memberikan para kolaborator lokal disana sebuah organisasi militer yang memiliki derajat otonomi seperti Tentara Nasional Burma atau PETA Indonesia. Hingga tahun 1944, Tentara Nasional Burma berjumlah 15.000 personil, dipimpin oleh Mayor Jenderal Aung San yang juga merangkap sebagai menteri Pertahanan Burma dalam Pemerintahan Ba Maw.
Dengan semakin dekatnya kemenangan pihak Allies, pergolakan politik untuk menggulingkan pemerintahan Ba Maw pun semakin gencar. Dipimpin oleh Aung San, Tentara Nasional Burma melakukan pemberontakan melawan pendudukan Jepang dan pemerintahan Ba Maw pada tanggal 27 Maret 1945. Peristiwa ini menandakan berakhirnya Negara Burma sebagai negara boneka Jepang. Tanggal 27 Maret kemudian diperingati oleh Burma setiap tahunnya sebagai hari angkatan bersenjata nasional. Sementara itu Ba Maw melarikan diri ke Tokyo, Jepang dan kemudian tertangkap oleh otoritas pendudukan Amerika Serikat di Jepang pada tahun 1946.
Paska hengkangnya Jepang dari wilayah Burma, Aung San dan pemimpin-pemimpin etnis di Myanmar menyepakati Perjanjian Panglong pada 12 Februari 1947. Perjanjian Panglong yang berisi komitmen bersama dalam mendirikan negara Burma yang baru dan merdeka dari pengaruh asing. Burma pun mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 4 Januari 1948 dengan nama Union of Burma.

2 komentar: