Manchukuo (18
Februari 1932 – Agustus 1945)
Manchukuo
berdiri diatas wilayah pendudukan Jepang di Manchuria, China Utara. Awal
pendirian negara ini bisa dilihat dari invasi Jepang ke Manchuria tahun 1931. Jepang
melihat posisi strategis Manchuria
sebagai basis untuk melakukan invasi lebih lanjut ke ibukota Beijing
serta wilayah China di selatan Manchuria lainnya. Ibukota Manchuria sendiri
terletak di Changcun. Untuk melegitimasi pendudukannya, Jepang kemudian
menunjuk Pu-Yi, kaisar dinasti Qing yang terguling, sebagai pemimpin Manchukuo
dan kemudian mendapatkan gelar Kaisar Manchukuo. Pemerintahan Manchukuo didominasi oleh etnis
Manchu dan etnis China lainnya. Namun sebagaimana Pu-Yi yang hanya berfungsi
sebagai pemimpin boneka, Jepang tetap mengatur kebijakan dalam negeri
Manchukuo.
Manchukuo
dapat dikatakan negara boneka Jepang paling kuat dan berpengaruh dalam konteks kekuatan
ekonomi, militer dan diplomatik. Wilayah Manchuria merupakan wilayah yang kaya
akan sumber alam. Berbeda dengan Jepang dan Korea, kondisi tanah di Manchuria
sangat cocok untuk mengembangkan aneka komoditas pertanian dan peternakan.
Alhasil Manchuria menjadi lumbung pangan bagi kekaisaran Jepang. Hasil
kehutanan juga melimpah dengan tersedianya berbagai olahan kayu. Namun
signifikansi terbesar Manchuria bagi Jepang adalah besarnya kandungan tambang
dan mineral disana seperti batubara, bijih besir dan bauksit. Melihat potensi
ini, investasi dan ratusan ribu imigran Jepang diarahkan ke Manchuria dan
menjadikannya sebagai basis industri berat dan manufaktur Jepang. Manchuria pun
terkenal sebagai penghasil baja, besi, semen dan alumunium. Produk industri
manufaktur seperti otomobil, pesawat terbang dan kereta api menjadi produk
unggulan Jepang dalam mengembangkan sistem transportasi dan sistem
persenjataan.
Secara
militer, Manchukuo memiliki sebanyak 200.000 personil militer yang terdiri dari
angkatan darat, laut, udara dan penjaga kekaisaran. Manchukuo juga merupakan
markas dari pasukan elite Jepang yakni Kwantung
Army yang berjumlah 1,2 juta personil. Dalam dunia diplomatik, Manchukuo
mendapat pengakuan diplomatik oleh negara-negara dari kubu Axis seperti Slovakia, Vichy
France, Romania, Bulgaria, Kroasia, Finlandia dan Pemerintahan Reorganisasi
Nasional China. Manchukuo juga diakui oleh negara-negara anggota Liga PBB
antara lain El Salvador, Republik Dominika, Uni Soviet, Italia, Spanyol,
Jerman, Thailand dan Hungaria.
Pemberontakan
di Manchukuo sering terjadi mengingat brutalnya pendudukan Jepang terhadap
penduduk disana. Sebelum Perang Pasifik, Perang perbatasan juga sempat terjadi
antara Manchukuo dan Jepang melawan Mongolia dan Uni Soviet dalam pertempuran
Kalkhin Gol pada tahun 1939. Namun adalah invasi Uni Soviet pada penghujung
perang Pasifik yang menghancurkan riwayat dari Manchukuo. Dengan berakhirnya
perang di Eropa, Uni Soviet mulai mengincar wilayah pendudukan Jepang di China
seperti Sakhalin dan Manchuria. Uni Soviet melancarkan operasi militer pada
tanggal 8 Agustus yang berlangsung hingga 20 Agustus, untuk merebut seluruh
wilayah Manchuria dari Jepang. Kwantung
Army mengalami kekalahan sementara Tentara Kekaisaran Manchukuo tidak
banyak melakukan perlawanan karena rendahnya moral dan minimnya persenjataan
berat. Negara Manchukuo pun berakhir dengan tertangkapnya Kaisar Pu-Yi jatuhnya
seluruh Manchukio ke tangan Soviet. Invasi Soviet atas Manchuria ini adalah
salah satu alasan Kaisar Jepang untuk menyatakan menyerah. Wilayah Manchuria
kemudian diserahkan ke Republik Rakyat China dan menjadi bagian tak terpisahkan
RRC hingga saat ini.
Mengjiang (12 Mei
1936 – Agustus 1945)

Terletak
di wilayah Inner Mongolia, China,
Mengjiang berdiri pada tahun 1939 dengan Kalgan sebagai Ibukotanya. Wilayah
Mengjiang merupakan wilayah di bagian timur laut China yang direbut pada tahun
1936 dari Republik China. Jepang melihat pendirian Mengjiang dan juga Manchukuo
akan membantu mereka melebarkan pengaruh di Mongolia dan China Utara. Selain
itu wilayah Mengjiang juga memiliki kekayaan tambang berupa bijih besi dan
batubara yang dapat menyediakan kebutuhan industri manufaktur dan kebutuhan energi
Jepang yang tinggi.
Mengjiang
sendiri pada awalnya adalah sebuah daerah otonom dibawah kendali langsung
Kekaisaran jepang. Namun dalam perkembangannya Mengjiang menjadi daerah otonom dibawah
Pemerintahan Reorganisasi Nasional China, negara boneka Jepang di China bagian
tengah. Dengan otonomi khususnya Mengjiang memiliki angkatan bersenjata sendiri
bernama Tentara Nasional Mengjiang. Angkatan bersenjata Mengjiang berjumlah
10.000 personil pada tahun 1943 yang berfungsi
sebagai kavaleri tanpa dukungan tank atau pesawat tempur. Mengjiang juga
memiliki bank pusat yang mengeluarkan mata uangnya sendiri.
Mengjiang
dipimpin oleh seorang diktator bernama Pangeran Yondonwangchug, yang
mengadvokasi adanya sebuah negara Mongol yang merdeka. Mengjiang sendiri
memiliki arti “Wilayah Mongol”. Pada tahun 1937, Pangeran Yondonwangchug
memiliki 20.000 pasukan yang berpartisipasi dalam sejumlah operasi militer
Jepang terhadap Republik China di kota Taiyuan, propinsi Shanxi di China Utara.
Keberadaan negara boneka Jepang ini berakhir seiring dengan invasi Uni Soviet
ke Manchuria dan sekitarnya pada bulan Agustus 1945. Pangeran Yondonwangchug kemudian
melarikan diri ke wilayah Republik China (Kuomintang) sebelum akhirnya ke
Mongolia. Mengjiang sendiri kemudian menjadi bagian dari Republik Rakyat China.
Republik
China-Nanjing (30 Maret 1940 – 10 Agustus 1945)
Berdiri pada 30 Maret 1940, Republik China-Nanjing secara resmi menganggap dirinya sebagai representasi sah dan juga kelanjutan dari Republik China pimpinan Chiang Kai-sek. Sesuai namanya, ibukota Republik China-Nanjing berada di Nanking. Negara boneka Jepang ini mengklaim seluruh wilayah China dengan perkecualian wilayah Manchuria yang merupakan bagian dari negara Manchukuo. Namun pada prakteknya, wilayah yang dikuasai dan diatur oleh Republik China-Nanjing sangat tergantung oleh perkembangan ekspansi Jepang di China daratan. Pada tahun pendiriannya, Republik China-Nanjing memiliki populasi sebesar 180 juta jiwa atau 1/3 dari total penduduk China ketika itu, sementara memiliki teritori dengan total area seluas 1,2 juta kilometer persegi atau 10 % dari total luas wilayahnya China. Kota terbesar China ketika itu, Shanghai, berada dibawah administrasi Republik China-Nanjing.
Republik
ini berbasiskan prinsip anti-komunisme, pan-asianisme serta oposisi terhadap
Chiang Kai-Sek. Sebagai negara republik, China-Nanjing memiliki lembaga
eksekutif (presiden) dan legislatif (parlemen). Presiden Republik
China-Nanjing, Wang Jingwei, merupakan kader sayap kiri dari partai Kuomintang
yang memiliki kedekatan dengan pemerintahan Nazi Jerman dan Fasis Italia.
Sebelum terjadi perang China-Jepang tahun 1939, dia merupakan pesaing utama
Chiang Kai-sek dalam perebutan kursi ketua partai Kuomintang. Kalah dalam
perebutan kursi ketua, dan skeptis akan kemenangan China melawan Jepang, Wang
Jingwei mengadvokasi aliansi China dengan Jepang. Bersama Jepang, Wang Jingwei
berargumen bahwa China dapat menghadapi kekuatan imperalisme barat yang dia
anggap lebih berbahaya. Dia kemudian mendirikan pemerintahan baru bernama
“Pemerintahan Reorganisasi Nasional China” yang mengatur wilayah China-Nanjing dengan
bantuan Jepang.
Kehidupan
sehari-hari dalam Republik ini diwarnai oleh tindakan brutal tentara Jepang dalam
menumpas pejuang China anti-Jepang. Polisi rahasia Jepang, Kempetai bekerjasama
dengan para kolaborator China dalam memberantas dan mensensor kegiatan yang
dianggap tidak pro-Jepang. Diskriminasi terjadi di segala lini dimana pusat
industri dan komersil dikuasai oleh militer Jepang. Sekalipun kebijakan harga
diatur sepenuhnya oleh Jepang, harga kebutuhan pokok di Republik China-Jepang
meningkat tajam dan semakin parah pada akhir-akhir perang China-Jepang.
Tentara
Republik China-Nanjing pada awal pendiriannya di tahun 1940 berjumlah 145.000
ribu personil. Seiring dengan rekrutmen, meluasnya wilayah Republik serta
meningkatnya jumlah tentara tewas tentara Jepang, angka ini kemudian semakin
meningkat menjadi 345.000 personil pada tahun 1943. Fungsi Tentara Republik
China-Nanjing pun tidak lagi hanya menjaga keamanan, namun juga mendukung
tentara Jepang dalam operasi militer dan acapkali menjadi garis terdepan dalam
menghadapi serangan tentara Komunis China. Dengan predikatnya sebagai “Hanjian”
atau pengkhianat, Tentara Republik China-Nanjing memiliki moral yang rendah dan
acapkali membelot ketika berhadapan dengan tentara Kuomintang.
Seiring
dengan menyerahnya Jepang pada Agustus 1945, pemerintahan Republik
China-Nanjing beserta tentara Jepang di wilayah tersebut menyerahkan diri ke
tentara Kuomintang. Wilayah Negara Republik China-Nanjing pun akhirnya menjadi
bagian dari Republik China selama beberapa tahun sebelum berpindah tangan ke
Republik Rakyat China usai perang saudara China.
Republik Kedua
Philipina (14 Oktober 1943 – 17 Agustus 1945)
Philipina
merupakan wilayah Amerika Serikat sebelum cetusnya perang Pasifik. Philipina
dipandang Jepang sebagai batu loncatan untuk menduduki kawasan Hindia Belanda
yang kaya akan sumberdaya alam terutama minyak. Philipina juga berfungsi
sebagai pusat komando Amerika Serikat di Asia Tenggara, yang harus dikuasai
bersamaan dengan penyerbuan jepang ke Pearl Harbour. Dengan begitu, Jepang
memandang Amerika Serikat akan kehilangan kekuatannya di Pasifik, dan Jepang
dapat menguasai kawasan Pasifik tanpa tertandingi. Tanggal 8 Desember 1941,
Jepang mulai melancarkan serangannya ke Philipina, dan pada bulan Mei 1942,
Philipina telah dikuasai sebagian besar oleh Jepang. Perlawanan penduduk
Philipina terhadap Jepang terus berlangsung
Ide
negara Philipina telah terbentuk bahkan sebelum invasi Jepang ke Philipina.
Adalah Jose Laurel yang diberi mandat oleh Jepang untuk membentuk pemerintahan
sementara di Philipina. Laurel kemudian menjadi Presiden Republik Kedua
Philipina pada tanggal 14 Oktober 1943, menandakan terbentuknya negara
Philipina. Secara formal, administrasi militer Jepang di Philipina telah
berakhir. Namun begitu, kontrol Jepang atas Philipina terus berlangsung.
Maraknya
sentimen anti-jepang di Philipina, selain karena sikap represif Jepang, juga
karena adanya janji kemerdekaan bagi Philipina oleh Amerika Serikat. Dengan
semakin meningkatnya resistensi penduduk Philipina terhadap Jepang, Presiden
Laurel berusaha menggalang simpati domestik dengan mengurangi pengaruh Jepang.
Ini dapat terlihat antara lain ketika Presiden Laurel seperti menolak tuntutan
Jepang akan wajib militer bagi penduduk Philipina untuk membantu upaya perang
Jepang. Namun begitu, sejumlah elemen pemerintah mendirikan paramiliter bernama
Makapili. Bersama tentara Jepang, Makapili menumpas segala kegiatan
anti-pemerintah ataupun anti-Jepang di Philipina.
Akhir
tahun 1944, tentara Amerika Serikat mulai merebut kembali Philipina. Awal tahun
1945 Manila menjadi pusat pertempuran sengit antara Amerika Serikat melawan
Jepang. Pemerintahan Philipina pun memindahkan ibukota dari Manila ke Baguio.
Namun dengan menyerahnya Kekaisaran Jepang pada tanggal 14 Agustus 1945, nasib
Republik Philipina Kedua ini pun diambang keruntuhan. Pada hari kemerdekaan Indonesia,
tanggal 17 Agustus 1945, Presiden Laurel akhirnya membubarkan pemerintahan
Republik Philipina Kedua dari Tokyo. Philipina akan mendapatkan kemerdekaannya
dari Amerika Serikat di tanggal 4 Juli 1946 pada perjanjian Manila.
Azad Hind (21
Oktober 1943 – 18 Agustus 1945)
Berdiri
pada 21 Oktober 1943, Azad Hind atau “India Merdeka” melalui “pemerintahan
Provisional India” mengklaim seluruh wilayah India sebagai wilayahnya. Namun
pada prakteknya, administrasi pemerintah Azad hind hanya terdapat di kepulauan
Nikobar dan Andaman. Kepulauan ini direbut oleh Jepang dari tangan Inggris pada
tahun 1942. Namun begitu, pemerintahan
Provisional India memiliki visi untuk mendirikan administrasi di India daratan,
dengan dukungan Jepang.
Dipimpin
oleh Subhas Chandra Bose, Azad Hind menyatakan perang terhadap Inggris usai deklarasi
kemerdekaan pada 21 Oktober. Bose sendiri merupakan kader dari partai Kongres
Nasional India, dan sempat menjadi Presiden dari partai tersebut pada 1938.
Namun gaya radikal Bose yang mengadvokasi perjuangan bersenjata berseberangan
dengan Gandhi dan petinggi partai lainnya, yang mengakibatkan jatuhnya Bose
dari posisi Presiden di tahun yang sama. Bose kemudian ditahan oleh pemerintah
Inggris, sebelum akhirnya dapat kabur ke Jerman dan setelah itu ke Jepang. Di
Jepang ini kemudian Bose mendapatkan dukungan dari Jepang untuk mendirikan angkatan
bersenjata nasional dan pemerintahan sementara India sebagai bagian dari
operasi militer untuk menundukkan India yang dibawah penjajahan Inggris.
Sekalipun
memiliki wilayah yang kecil, Tentara Nasional India memiliki 43.000 personel pada tahun 1945. Ini
dikarenakan banyaknya keberadaan penduduk etnis India dalam Tentara Inggris.
Sebanyak 70.000 tentara Inggris di Malaka merupakan etnis India. Ketika Jepang
merebut Malaka dan Singapura, sebagian besar tentara india ini kemudian
bergabung dengan Tentara nasional India. Bersama Tentara Kekaisaran Jepang dan
Tentara Nasional Burma dibawah pimpinan Ba Maw dan Aung San, Tentara Nasional India
berpartisipasi pada pertempuran besar di
wilayah Burma dan juga India.
Namun
operasi militer Jepang, Burma dan Azad Hind di tanah India berakhir dengan
kegagalan. Rencana untuk mendirikan pemerintahan sementara di daratan India gagal.
Pendanaan dari Jepang pun berkurang seiring dengan tertekannya Jepang pada
tahun 1944-1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam perjalanan ke Tokyo,
pesawat yang ditumpangi Bose terjatuh di Taiwan dan menewaskan Bose beserta
sejumlah perwira Tentara Nasional India lainnya. Dengan meninggalnya Bose, pemerintahan
Provisional India akhirnya kolaps sehari setelah deklarasi kemerdekaan
Indonesia. Tentara Nasional India dan pejabat pemerintahan Azad Hind kemudian
menyerahkan diri kepada pihak Allies.
Burma (1 Augustus
1943 – 27 Maret 1945)
Burma
merupakan negara klien Jepang dengan
otonomi paling besar dibandingkan negara lain semisal Manchukuo atau Mengjiang.
Wilayah Burma sendiri direbut oleh Jepang dari Inggris pada awal 1942. Burma memiliki
posisi strategis sebagai negara penghubung antara Asia Tenggara, India (yang
saat itu dikuasai Inggris) dan China. Selain sebagai basis pertahanan melawan
Inggris, Pendudukan atas Burma juga berarti akan memutus jalur persediaan
China. Burma juga memiliki potensi sumber daya alam yang besar dilihat dari
statusnya sebagai lumbung padi Asia, serta ketersediaan barang tambang dan
mineral. Selain itu pendudukan atas Burma juga berarti akan memutus jalur
persediaan Chinai
Jepang
mengizinkan pendirian sebuah negara Burma dengan syarat pemerintah Burma akan
menyatakan perang terhadap Inggris dan Amerika Serikat. Pemerintah Burma
kemudian dipimpin oleh Ba Maw, seorang pengacara dan juga tahanan politik
Inggris. Tanggal 1 Agustus pun Negara Burma dideklarasikan, dan pemerintahan
militer Jepang di Burma berakhir. Namun kedepannya pemerintahan Burma ini gagal
meraih pengakuan diplomatik ataupun dukungan domestik karena masih banyaknya
keberadaan Tentara Kekaisaran Jepang dalam Burma. Keberadaan tentara Jepang ini
menimbulkan banyak antipati dari penduduk Burma karena brutalitas dan pandangan
merendahkan tentara Jepang terhadap penduduk Burma
Bersama
Tentara Nasional India serta Pembela Tanah Air (PETA) di Indonesia, Tentara
Nasional Burma ini merupakan salah satu organisasi militer nasional di Asia
Tenggara dibawah pemerintahan Jepang. Menarik disimak disini adalah bahwa pemerintahan
pendudukan Jepang lainnya di Asia Tenggara seperti di Malaka, Kamboja atau
Vietnam, tidak memberikan para kolaborator
lokal disana sebuah organisasi militer yang memiliki derajat otonomi seperti
Tentara Nasional Burma atau PETA Indonesia. Hingga tahun 1944, Tentara Nasional
Burma berjumlah 15.000 personil, dipimpin oleh Mayor Jenderal Aung San yang
juga merangkap sebagai menteri Pertahanan Burma dalam Pemerintahan Ba Maw.
Dengan
semakin dekatnya kemenangan pihak Allies,
pergolakan politik untuk menggulingkan pemerintahan Ba Maw pun semakin gencar. Dipimpin
oleh Aung San, Tentara Nasional Burma melakukan pemberontakan melawan pendudukan
Jepang dan pemerintahan Ba Maw pada tanggal 27 Maret 1945. Peristiwa ini
menandakan berakhirnya Negara Burma sebagai negara boneka Jepang. Tanggal 27
Maret kemudian diperingati oleh Burma setiap tahunnya sebagai hari angkatan
bersenjata nasional. Sementara itu Ba Maw melarikan diri ke Tokyo, Jepang dan
kemudian tertangkap oleh otoritas pendudukan Amerika Serikat di Jepang pada
tahun 1946.
Paska
hengkangnya Jepang dari wilayah Burma, Aung San dan pemimpin-pemimpin etnis di
Myanmar menyepakati Perjanjian Panglong pada 12 Februari 1947. Perjanjian
Panglong yang berisi komitmen bersama dalam mendirikan negara Burma yang baru
dan merdeka dari pengaruh asing. Burma pun mendeklarasikan kemerdekaannya pada
tanggal 4 Januari 1948 dengan nama Union
of Burma.
artikel yang menarik
BalasHapusinfo yang bagus komentar juga ya ke blog saya www.belajarbahasaasing.com
BalasHapus